Tak pelak ini merupakan salah
satu tulisanku favoritku. Tanpa banyak alasan, suka saja. Tulisan ini dibuat
untuk diikutsertakan dalam Kuis Menulis 2008 yang diselenggarakan oleh Forum
BIGREDS. Meski sudah ada niat sebelumnya, tak dipungkiri kalau kemantapan hati
ada karena dorongan dari teman-teman BIGREDS regional Jogjakarta. Mereka
beranggapan sebaiknya ada wakil dari Jogja yang menunjukkan bukti partisipasi
pada kegiatan yang dihelat oleh Forum BIGREDS.
Proses menulisnya relatif lancar,
tiada tergesa-gesa, begitu bisa dinikmati. Tidak juga dipusingkan dengan
kegiatan mencari data-data yang rumit, hanya perlu sesekali saja ke warung
internet (warnet). Keseluruhan proses menulis dikerjakan di sebuah kamar kos di
lantai dua kos D7 yang berlokasi di daerah Tawangsari. Dengan mencantumkan nama
dan nomor member 14 01 1259 maka terkirimlah buah pikiran itu melalui surat
elektronik.
Kenikmatan pun terus berlanjut
pada saat proses penjurian, tidak ada beban karena memang sedari awal tidak
dimaksudkan atau ditargetkan untuk menang. Ketika dinyatakan menang pun tahu
karena diberi selamat oleh teman. Akses atas internet hanya bisa didapatkan
bila menggunakan jasa warnet. Pengumuman pemenang diunggah pada hari Selasa, 3
Februari 2009 di Forum BIGREDS. Kualitas tulisan para peserta lainnya
bagus-bagus, sepertinya kebaikan para jurilah yang memenangkan tulisanku.
Sebagai ganjaran adalah sebuah wind break Liverpool FC dan status Writing Contest -
Winner 2008 di bawah username Forum.
Keberadaan Kuis Menulis itu
sendiri sempat rumpang sampai dihidupkan kembali pada tahun 2012. Partisipasiku
di Kuis Menulis 2012 bukan lagi sebagai peserta namun menjadi salah satu juri
penilai. Besar harapan, kegiatan kompetitif ini bisa terus dilestarikan demi
memelihara iklim beropini yang sehat dan menumbuhkembangkan budaya menulis.
Mencicil Kejayaan
Ada tiga hal utama untuk mencapai
sesuatu: Kerja keras, fokus, dan akal sehat. (Thomas Alva Edison)
Pada setiap jelang kompetisi Liga
Premier Inggris (EPL) dihelat, Liverpool FC selalu mendapat tempat dan
digadang-gadang sebagai salah satu klub calon kampiun. Berkat sejarahnya yang
panjang nan gemilang dan materi pemain yang kompetitif setiap musimnya,
Liverpool tak pernah bisa diabaikan kansnya baik oleh para football pundit
maupun klub kandidat juara lainnya. Bagi The Reds Liverpool puasa gelar juara
liga domestik selama 19 tahun dan hasrat mengukuhkan status sebagai klub
tersukses di daratan Inggris selalu menjadi energi besar dan obligasi motivasi
setiap memulai musim baru. Realitasnya kolam besar kompetisi EPL begitu banyak
berbeda dengan era Football League a.k.a Divisi Utama.
Dalam kurun waktu 16 tahun sejak
kelahirannya, EPL telah menjelma menjadi liga dan brand terkemuka dunia berkat
visi komersialisasi yang diusung para penggagasnya. Komersialisasi kemudian
melahirkan sportainment bahwa olahraga (sepak bola) tak lagi sekedar olah tubuh
tetapi juga sebuah industri hiburan dan bisnis pertunjukan yang mengundang
ribuan penonton dan jutaan pemirsa. Hal ini memicu masuknya para pemilik modal
yang melihat cerahnya sisi bisnis EPL.
Ada adagium bahwa untuk meraih
prestasi tinggi membutuhkan kekuatan modal yang besar. Kedigdayaan empat klub
terkaya Inggris menguasai EPL dan kompetisi Eropa menjadi pembenaran. Begitu
pun yang terjadi pada liga-liga negara lain yang dihegemoni klub-klub dengan
kemapanan finansial. Kekuatan uang yang digelontorkan pemilik klub membuat
sebuah klub menjadi lebih kuat karena mampu menghadirkan lebih banyak
bakat-bakat hebat dan tangan-tangan dingin dari setiap penjuru jagat. Namun
kegagalan Chelsea selama dua musim terakhir, terseok-seoknya langkah Tottenham
Spurs dan Manchester City (klub-klub dengan belanja besar) musim ini menjadi
alibi yang pas bahwa untuk menuai kesuksesan, gelimang uang harus dipadukan
dengan faktor determinan lainnya yakni kerja keras, fokus dan akal sehat. Meski
uang kadang bisa membeli segalanya (pemain, pelatih & CEO bagus) namun
tidak serta merta menjadi rumus pasti meraih gelar. Uang berfungsi sebagai
super katalisator agar proses menuai gelar menjadi lebih lekas. Di era EPL,
klub yang mengkoleksi Piala EPL adalah klub dengan manajemen yang baik dan
berpadu dengan jumlah kekayaan yang besar.
Jadi selain berstatus sebagai
klub kaya, maka empat klub yang pernah mencicipi nikmatnya gelar EPL memiliki
prasyarat lain yang sama yaitu dibesut oleh manajer-manajer hebat. Alex
Ferguson (Man Utd), Arsene Wenger (Arsenal), Jose Mourinho (Chelsea) dan King
Kenny Dalglish (Blackburn Rovers) adalah sosok-sosok yang memiliki ketrampilan
manajerial mumpuni. Fergie dan Wenger sanggup bertahan begitu lama dan sukses
memberikan berbagai gelar prestisius bagi klub yang mereka tangani. Sedangkan
Mourinho dan King Kenny berhasil membuka sumbat gelar pada tim yang minim
tradisi juara di masa lalu.
Menilik pada berbagai kecenderungan
diatas, maka tak dipungkiri lagi bahwa Liverpool memiliki sumber daya yang
relatif sama dengan para juara EPL tersebut. Berstatus sebagai salah satu tim
mapan EPL, Liverpool pun memiliki gaffer yang hebat. Sosok Rafael Benitez
sebagai manajer menjadi salah satu alasan untuk tetap menumbuhsuburkan sikap
optimis atas masa depan Liverpool. Layaknya para manajer klub juara era EPL,
Rafa datang ke klubnya sekarang dengan curriculum vitae yang cerlang cemerlang.
Bahkan prinsip dan kemampuannya membangun tim tanpa jor-joran dana yang
melimpah tetapi melalui optimalisasi dana yang tersedia menjadi suatu nilai
lebih tersendiri. Bukan hal yang aneh kiranya, keberhasilan menghadirkan
berbagai title prestisius bagi Liverpool dilakukan Rafa dalam tahapan proses
mereparasi, belum sampai pada tahapan membangun tim yang sebenarnya!
Seolah membumikan resep-resep
Thomas Alva Edison, Rafa beserta segenap staf pelatih bekerja keras dan fokus
mengidentifikasi setiap kekurangan yang ada pada tim asuhannya serta memperbaikinya
tanpa pernah kehilangan akal sehatnya. Tidak dalam sekali waktu semua
kekurangan itu bisa disolusikan. Dan jelang lima tahun pengabdiannya, skuad
Liverpool sudah memiliki pertahanan yang tangguh, salah satu lini tengah
terbaik dunia, barisan striker top dan kedalaman materi yang cukup. Hal itu
masih dilengkapi dengan antrean darah muda yang penuh bakat. Rencana besar Rafa
adalah membentuk sebuah tim yang kuat dan mapan yang tidak hanya sekadar
mendominasi sepanjang satu musim namun juga sanggup untuk menghegemoni dalam
rentang waktu tertentu. Maka selagi Rafa terus diberi kesempatan, datangnya
gelar EPL seperti menunggu waktu. Apalagi dengan sokongan penuh loyalitas dari
para liverpudlian, suporter terbaik dunia.
Selain berpadu apiknya Holy Trinity
(pemain, manajer dan supporter) yang menandakan besarnya potensi dan sumber
daya yang dimiliki Liverpool untuk meraih gelar ke- 19. Meruapnya aroma
optimisme disebabkan juga oleh situasi dan dinamika terkini Liverpool beserta
para pesaingnya di 14 pertandingan awal EPL. Pencapaian Liverpool pada pekan
ke-14 musim ini berbeda enam poin dan tiga tingkat lebih baik posisinya
daripada pekan yang sama musim lalu. Enam kali hasil seri di musim lalu dua
diantaranya sanggup dikonversi menjadi kemenangan. Bahkan dari beberapa
kemenangan yang dipetik seakan menandakan adanya transisi karakter menjadi tim
dengan mentalitas Hard to beat, will to win and hate to lose. Ketertinggalan
dari Middlesbrough, Manchester United, Manchester City dan Wigan Athletic tak
hanya diseimbangkan tapi juga dibalik menjadi keunggulan bahkan di detik-detik
akhir pertandingan.
Berbagai kemajuan yang lain
diantaranya kemampuan untuk menang di kandang lawan. Manchester City, Everton,
dan terakhir Chelsea adalah beberapa korban awal. Seretnya poin yang didulang
setiap bertemu dengan anggota "The big boys" alias klub 4 besar EPL
pun secara signifikan diperbaiki musim ini. Liverpool sudah menangguk 6 poin
dan masih tersedia 12 poin kemungkinan untuk menggapai maksimal poin. Dua
anggota the big four yang menyumbang poin bagi Liverpool adalah Manchester
United dan Chelsea. Kemenangan atas dua rival utama tersebut menjadi fondasi
mental yang kukuh bagi skuad Liverpool.
Dengan kondisi tim belum seratus
persen ideal, duduk di peringkat dua klasemen adalah pertanda baik. Bahkan dua
kemenangan penting atas kandidat lain juara EPL diperoleh tidak dengan skuad
terbaiknya. Mengalahkan MU minus Gerrard dan Torres, sedangkan kemenangan
bersejarah atas Chelsea pun dilalui tanpa kehadiran Torres. Padahal selama ini
Gerrard dan Torres adalah figur kunci yang kerap menjadi penyelamat dan penentu
kemenangan bagi Liverpool. Namun perlahan peran mereka mulai bisa diambilalih
dengan baik oleh pemain lainnya seperti Dirk Kuyt, Ryan Babbel, dan Xabi
Alonso. Salah satu syarat untuk juara adalah sanggup menang di saat bermain
buruk sekalipun.
Hal patut untuk dicermati pula
bahwa skuad Liverpool 2008 ini dipenuhi oleh karakter yang diliputi kecanduan
dan dipenuhi kerinduan. Nikmatnya gelar Piala Eropa 2008 bagi Torres, Alvaro
Arbeloa, Xabi Alonso dan Reina, Emas Olimpiade Beijing 2008 bagi Mascherano,
kemudian Piala Liga Carling 2008 bagi Robbie Keane, berpotensi memenjarakan
mereka pada candu kesuksesan. Untuk memuaskan hasrat, mereka berusaha
memenuhinya dengan memperjuangkan gelar EPL ke-19 Liverpool FC. Selain pemain
yang candu akan nikmat juara, terdapat pemain-pemain yang dikungkung rindu yang
teramat dalam akan gelar. Bagi pemain dengan pengabdian yang panjang seperti
Gerrard, Carragher dan Hyppia, gelar EPL adalah idaman, sesuatu yang teramat
ditunggu kehadirannya. Bayang-bayang tropi EPL berpendaran di benak mereka
masing-masing.
Meski perjalanan kompetisi masih
panjang dan tersedia banyak sekali kemungkinan namun setidaknya klub yang
berpeluang sangat layak juara sudah bisa dikerucutkan. Arsenal ditepikan karena
kerap digerogoti konflik internal dan koleksi kekalahannya sudah sedemikian
banyak yang masih amat mungkin untuk bertambah. Aston Villa belum cukup
diperhitungkan dengan sebab alasan belum memiliki kualitas lini bertahan yang
kokoh dan selama lebih dari satu dekade ini tidak punya stabilitas prestasi.
Berpedoman pada dinamika terkini di klasemen, dua tim yang akan menjadi pesaing
Liverpool dalam perebutan title kampiun adalah Chelsea dan United.
Dengan pengalaman juaranya dan
skuad bermaterikan pemain-pemain bintang, kedua klub tersebut menjanjikan
persaingan yang alot. Tanpa perubahan skuad yang drastis dan asupan taktik yang
relatif berbeda dari manajer baru, Chelsea sementara masih memimpin dengan
dengan embel-embel tim terproduktif dan paling sedikit kebobolan. United pun
terus membaik permainannya. Namun beberapa kekalahan yang diderita oleh kedua
tim tersebut membukakan spot kelemahan mereka yang bakal dieksploitasi tim
lawan. Dan kemenangan yang didapat melalui permainan impresif atas dua tim
tersebut bukan tidak mungkin akan diulangi lagi akhir Januari di Anfield dan
medio Maret di Old Trafford.
Klasemen masih akan terus berubah
sebab sepak bola tak pernah berlaku kondisi ceteris paribus. Chelsea bakal
tidak selalu diatas, United amat mungkin untuk naik juga turun. Namun sekali
lagi dengan strategi Rafa yang adaptif, skuad yang kompetitif, the 12th man
yang setia dan terpenting Liverpool secara keseluruhan terus belajar dan
berkembang dengan akal sehat. There is only one corner of the universe you can
be certain of improving and that is your own self. Dan upaya mencicil kejayaan
dapat dimulai dan dicapai musim ini juga. Ketika di dunia banyak terjadi
perubahan besar, begitu pun di EPL. We can believe in.
No comments:
Post a Comment