Dalam pelajaran investasi atau
manajemen keuangan terdapat idiom “Don’t
put all your eggs in one basket”. Semacam pengingat buat kita untuk tidak
menginvestasikan uang atau kekayaan kita hanya pada satu lembaga keuangan atau
satu perusahaan saja. Jadi kita dianjurkan untuk melakukan diversifikasi usaha,
mengingat potensi terjadi kehilangan total apabila investasi tunggal itu
mengalami kegagalan.
Aku sendiri pernah mengalami
pahitnya kehilangan total akibat ulah menaruh seluruh telor dalam satu
keranjang itu. Bukan investasi, sama sekali bukan karena belum ada uang lebih
untuk diinvestasikan. Telor di sini adalah file-file yang disimpan dalam media
penyimpan bernama harddisk (HD) eksternal. Sejak bulan April, HD eksternal itu
mulai menunjukkan gejala tidak sehat sampai akhirnya semakin parah dan Juni
lalu divonis tidak bisa di”sembuh”kan. Celakanya, ada banyak file penting di
situ. Termasuk lima draft calon buku, kumpulan artikel yang pernah dimuat di
berbagai media massa dan berbagai bahan bacaan langka yang didapat dari teman
semasa kuliah. Ikhtiar untuk mengunggah lagi artikel-artikel lama yang pernah
dimuat di berbagai media massa merupakan keinsyafan dari keteledoran tersebut.
Artikel ini pernah dimuat di
situs warta: kabarjakarta.com pada hari Senin, 26 September 2011 di segmen
Kabar Sosial. Saat itu memang sedang kembali marak tawuran antar pelajar di Jakarta dan sekitarnya. Bahan tulisannya berasal dari salah satu bab di skripsiku yang
mengangkat tema konflik antar kelompok suporter sepak bola. Tulisan yang
dangkal, dengan solusi yang kurang kuat. Tapi tetap saja merasa sayang kalau
kemudian hilang tak berbekas. Misi penyelamatan pun dimulai dari artikel ini.
Stop Tawuran, Mulailah Berkompetisi
Menurut Georg Simmel, sosiolog
Jerman, konflik seperti halnya kerja sama merupakan bentuk-bentuk sosiasi
(Vergessellschaftung) yang pada akhirnya melahirkan masyarakat. Masyarakat
dalam konsepsi Simmel sendiri memiliki pengertian yakni sejumlah individu atau
kelompok yang berhubungan melalui interaksi. Dalam kehidupan, konflik adalah
sesuatu yang inheren. Konflik adalah dinamika antar individu dan antar kelompok
yang tidak bisa dielakkan.
Sebagai wujud interaksi, konflik
merupakan fenomena yang timbal balik dan dialektis, suatu fenomena yang di
dalamnya termuat elemen positif dan negatif, ancaman dan peluang. Selama ini,
para ahli sosiologi kerapkali mengabaikan konflik sosial dan cenderung
menekankan pada sisi negatif. Bahwa sejatinya konflik memiliki
konsekuensi-konsekuensi yang positif atau menguntungkan yakni bagaimana
konflik itu dapat memberi sumbangan pada ketahanan dan adaptasi kelompok,
interaksi dan sistem sosial.
Lewis Coser, sosiolog Amerika
kelahiran Jerman, menyatakan bahwa konflik itu bersifat fungsional dan
disfungsional. Dan dinamika di dalam sebagai akibat dari konflik antar kelompok
dapat berupa berkembangnya solidaritas internal, mengarahkan dan
mengintegrasikan energi dari anggota-anggota kelompok, meningkatkan kohesi dan
menetapkan identitas kelompok tersebut. Konflik berperan membantu memperjelas
dan mengidentifikasi batas-batas kelompok antara kelompok-dalam (in-group)
versus kelompok-luar (out-group), serta antara ‘kami’ dan ‘mereka’. Di dalam
kelompok ada kemungkinan berkurangnya toleransi untuk perpecahan dan semakin
tingginya tekanan pada konsensus dan konformitas.
Hal inilah yang terjadi pada
fenomena tawuran antar pelajar yang marak akhir-akhir ini. Di satu sisi, konflik
yang disertai kekerasan tersebut telah menghasilkan beberapa dampak negatif
berupa kerusakan, terganggunya ketentraman dan ketertiban masyarakat serta
jatuhnya korban. Namun di sisi lain, konflik tersebut membuat kelompok
(sekolah) yang ambil bagian dalam konflik tersebut berkesempatan untuk lebih
berkembang dan semakin solid, meskipun untuk mencapai hal tersebut dengan
meniadakan salah satu pihak yang berkonflik. Kelompok yang terlibat konflik
terbuka sesungguhnya memiliki solidaritas internal lebih besar daripada
kelompok tidak terlibat konflik sama sekali.
Dalam kondisi solidaritas
internal yang kuat tersebut, menjadi peluang bagi pihak sekolah yang
bersangkutan untuk mengarahkan dan menanamkan nilai-nilai tentang harkat dan
jati diri sekolah yang pada dasarnya mengandung unsur-unsur kebaikan. Para
siswa diajak untuk bangga dengan identitas almamaternya dan pada akhirnya
selalu dalam keadaan sanggup membela panji-panji almamaternya.
Dampak eksternal akibat dari
konflik antar pelajar ini, dalam konsepsi Coser bisa menghasilkan perubahan
sosial. Secara langsung maupun tidak langsung konflik (tawuran) antar pelajar
ini memengaruhi sikap dan perilaku masyarakat terhadap pelajar. Salah satu
perubahan sosial yang ditimbulkan yaitu meningkatnya perhatian masyarakat baik
positif maupun negatif pada relasi antar pelajar tersebut.
Kesiapan para pelajar sekolah itu
untuk berkonflik (tanpa kekerasan) mestinya direspon dengan cepat dan cermat
oleh masyarakat terutama pemerintah. Pemerintah mesti menyiapkan berbagai
piranti baik aturan, program maupun fasilitas bagi para pelajar untuk
berkompetisi. Kompetisi secara harfiah merupakan suatu usaha paralel yang
dilakukan oleh kedua belah pihak untuk meraih hadiah atau penghargaan yang
sama. Kompetisi adalah bentuk konflik yang tidak langsung disebabkan sifatnya
yang tidak ofensif maupun defensif karena ganjaran yang diperebutkan tidak
berada pada masing-masing lawan. Dalam suatu kompetisi individu-individu atau
kelompok-kelompok yang berkompetisi harus sepakat dengan peraturan-peraturan
permainan.
Apabila terdapat banyak program
yang dibuat masyarakat sebagai ajang kompetisi antar pelajar, maka konflik
dengan kekerasan akan dapat dihilangkan atau setidaknya diminimalisir.
No comments:
Post a Comment