Tidak banyak peristiwa kematian
yang saya tangisi. Yang sedikit itu termasuk pada kematian Diego Mendieta. Dia
yang tulang punggung keluarga, meninggal dunia tanpa didampingi keluarga dan jauh
dari tanah kelahirannya. Saya membaca setiap berita tentangnya dengan dada
sesak menahan haru dan mata panas menahan tangis. Apa sebabnya air mata ini hendak keluar
untuk orang yang tidak saya kenal?
Saya bersimpati dan berempati karena persamaan nasib di antara kami. Sebelum meninggal, Diego adalah pesepakbola yang belum mendapatkan haknya berupa gaji selama empat bulan dan uang muka kontrak. Dalam kondisi kesulitan keuangan itu, kesehatan Diego terganggu. Ayah dari Enzo, Cielo Belin, dan Gaston ini lalu menjadi pasien di beberapa rumah sakit di Solo. Sebelum meninggal di RS Muwardi, Diego pernah dirawat di RS Islam Surakarta Yarsis dan RS PKU Muhammadiyah. Pengobatan yang serba tidak tuntas yang membuat sakit Diego menjadi lebih parah dan tak tertolong lagi hidupnya.
Saya bersimpati dan berempati karena persamaan nasib di antara kami. Sebelum meninggal, Diego adalah pesepakbola yang belum mendapatkan haknya berupa gaji selama empat bulan dan uang muka kontrak. Dalam kondisi kesulitan keuangan itu, kesehatan Diego terganggu. Ayah dari Enzo, Cielo Belin, dan Gaston ini lalu menjadi pasien di beberapa rumah sakit di Solo. Sebelum meninggal di RS Muwardi, Diego pernah dirawat di RS Islam Surakarta Yarsis dan RS PKU Muhammadiyah. Pengobatan yang serba tidak tuntas yang membuat sakit Diego menjadi lebih parah dan tak tertolong lagi hidupnya.
Saya memang bukan pesepakbola dan
belum menanggung hidup anak istri seperti Diego. Tapi perasaan sebagai kuli
kontrak perantau yang tidak mendapatkan haknya secara pas adalah sama. Kualitas
hidup yang menurun dan beban pikiran yang bertambah karena kesulitan keuangan termasuk
jadi berhutang bukan tidak mungkin menjadi penyebab atau setidaknya pemicu bagi
munculnya penyakit dia derita. Selama dua kali kesempatan tidak bergaji selama
berbulan-bulan itu saya juga sakit, termasuk pernah tergeletak selama sekitar
setengah jam menahan sakit di lantai kamar mandi. Diego yang sebelumnya pemain yang bugar denga bangun tubuh yang kekar, lalu terkulai lemah dengan berat badan yang menyusut sebanyak 10 kg lebih.
Tentang faktor psikologis yang
berpengaruh terhadap kondisi kesehatan Diego dibenarkan oleh dokter yang
merawatnya. Kesepian karena jauh dari keluarga tercintanya adalah hal yang
sering diratapinya. Sadar mungkin tidak akan berumur panjang, Diego memohon
haknya untuk terakhir kali demi bisa pulang, demi bisa bertemu ibunya dan
meninggal di tanah kelahirannya. Permohonan yang ternyata tak pernah bisa
diwujudkan oleh manajemen klub yang dibelanya.
Diego, saya teringat kata
Pramoedya Ananta Toer di Nyanyi Sunyi Seorang Bisu, Indonesia ternyata bukan the happy land somewhere bagimu. Kamu
justru menderita dan merana di negara yang para pembesar sepak bolanya memiliki
sakit short memory loss. Banyak pengurus
sepak bola di negeri kami adalah orang-orang egois dengan nafsu besar pada
kekuasaan. Menahan hak para pemain dan pekerja-pekerja di lapangan menjadi
rahasia umum.
Diego, kata orang bijak kehilangan
nyawa baru separuh kehilangan. Sedangkan orang-orang sepak bola kami kehilangan
akal sehat, kehilangan nurani. Sepak bola kami hampir kehilangan
segala-galanya. Tetapi tidak semuanya Diego. Suporter-suporter yang peduli
denganmu, yang mengumpulkan dana untuk membantu proses penyembuhanmu. Merekalah
harta tersisa kami.
Kematian Diego dalam keadaan
kekurangan dan kesepian jelas sebuah tragedi, namun pengabaian atas hak dan
ketidakjujuran sepak bola Indonesia adalah tragedi yang sebenarnya. Kematianmu
harusnya tidak berlalu tanpa makna. Tidak seperti berita-berita kematian para
pemain dan suporter yang begitu mudahnya lenyap dari ingatan. Adios Diego. Rest
in Peace.
Ketika nurani tertutup akan kehausan kekuasaan dan uang... Good bye Diego... Go to hell PSSI+KPSI, kalian ada anjing buduk bagi persepakbolaan Indonesia ...
ReplyDeleteKurang lebih ini mungkin yang ditakutkan setiap ibu-ibu ketika anak kecilnya mencoba memberikan fokus kepada sepakbola.
ReplyDeleteSemoga sepakbola Indonesia berbenah diri , karena dibalik sepakbola banyak teman-teman yang bersandar.
Adios Diego ! :(