Aku rebah di tanah basah. Memandang
langit sore, melihat gumpalan awan putih di luasnya warna biru. Perlahan
pemandangan berganti bayangan dari langit pikiranku. Terlihat wajah
satu-satunya wanita yang pernah aku ajak makan berdua selama masaku menyusu ilmu
di universitas. Wajah yang tak lepas dari senyum, seakan senyum itu organ
permanen di wajahnya. Tak begitu lama bayangannya singgah karena memori otakku
memuntahkan lagi bayangan lain. Masih seorang wanita. Wanita yang berbeda
tentunya. Tetapi sama dengan yang sebelumnya, dia juga menyunggingkan senyum tapi
tanpa menunjukkan barisan giginya yang rapi. Tak banyak kenangan dengan
dirinya, hanya sering kutelpon lewat warung telepon seorang teman dan kusebut
namanya di skripsiku.