Demikianlah ‘kebetulan’ yang aku
alami hari ini. Sebuah ‘kebetulan’ yang sedikit mirip dengan cerita pendek On Seeing 100% Perfect Girl One Beautiful
April Morning karyanya Haruki Murakami. Ya, hanya kebetulan dan hanya
sedikit saja tingkat kemiripannya.
Malam sudah sampai pada hitungan pukul
delapan lebih delapan ketika aku duduk di bangku tunggu Stasiun Soedirman. Di
sisi arah ke selatan hanya diriku seorang diri, sedangkan di seberang tampak
lima perempuan dan satu pria dengan aktivitas yang sama denganku, menunggu
kereta menuju pulang. Ketika kereta datang dari arah selatan untuk mengangkut
enam orang itu, sepertinya aku akan menjadi satu-satunya orang yang tersisa di
stasiun itu. Namun perlahan, sisi tempat aku menunggu mulai berdatangan orang,
dari satu hingga tujuh, dari yang berjalan pelan hingga yang bersicepat. Sampai
akhirnya muncul seorang gadis yang mendebarkan hati.
Bukan kecantikan parasnya atau
sempurna bentuk tubuhnya, bukan juga mewah pakaian atau harum wangi parfumnya. Semua
hanya karena dia pernah bertemu denganku sebelumnya. Ya, dia satu kereta
denganku ketika siang tadi sebelum Dzuhur aku berangkat dari Stasiun Pondok
Cina menuju Stasiun Soedirman. Dia juga satu angkutan umum saat menuju Blok M. Andai
tanpa pernah melihat sebelumnya, dia hanya akan menjadi gadis biasa yang
selintas lalu aku lihat, lalu hilang seperti halnya hari-hari yang berlalu.
Kini aku jadi memerhatikannya.
Dia masih sama seperti yang kulihat siang tadi, kaus belang hitam merah dengan
celana jeans biru gelap ketat membungkus kakinya hingga sedikit di bawah lutut.
Hanya rambutnya yang tidak serapi tadi, mungkin angin malam yang menerobos
jendela bis telah mengacaukan susunan rambutnya.
Terang cahaya lampu di kereta
yang membawa kami ke Manggarai membantuku dalam memerhatikannya. Dia tidak
terlalu cantik tapi jelas menarik. Hidungnya tidak mancung namun pas dengan proporsi
wajahnya atau bahkan itulah yang membuatnya menarik. Bagian wajah dan tubuhnya
yang lain akan menunjukkan bahwa gadis ini adalah gadis yang menikmati banyak
kesenangan dalam hidupnya, jika tidak bisa dibilang kebahagiaan. Mata bulat
dengan bagian putihnya jernih, kulit muka bersih sehat terawat. Dia memiliki
wajah yang selalu tersenyum, ada banyak tawa dalam hidupnya. Mungkin keluarga
dan teman-temannya pandai menyenangkan hatinya atau dia sendiri yang pintar
menyenangkan diri.
Meski betapa menariknya dia
dengan binar matanya, dengan sesekali membalas melirik, tidak ada dorongan
untukku mengenal dia. Sibuk pikiranku dengan berbagai kebetulan. Mungkin
kebetulan aku batal berangkat pagi sehingga bertemu dia di kereta siang.
Mungkin kebetulan aku memutuskan untuk tidak menginap di Jakarta sehingga bisa
bertemu dia untuk kedua kali di perjalanan pulang. Dan buatku, kebetulan jika
dia dan kejadian yang kualami tadi adalah penyebab aku begadang menuliskan
cerita ini.
Betul adalah benar, kebetulan adalah kebenaran
ReplyDelete